- GAGAP WAKTU DITANYA MAKNA RAMADHAN.
- BILANGNYA JOKOWI MERAKYAT,TAPI MANDAT RAKYAT SOLO SENDIRI DI ABAIKAN UNTUK JABATAN GUBERNUR DKI YANG LEBIH MENGGIURKAN.
- DITANYA BISA MENJAMIN JADI GUBERNUR SELAMA JABATAN 5 THN? JAWABAN NYA MENCLA MENCLE,SECARA SIKOLOGI MENG IYAKAN JIKA DIA AKAN MAJU CAWAPRES (baca di detik) semakin kesini semakin tampak jokowi licik
- BERIKUT ULASAN YANG SAYA KUTP DARI KOMPASIANA
1) Jokowi
tidak sanggup membendung praktik oligarkhi parpol. Awalnya, Jokowi
tidak ingin mengikuti kompetisi Pilgub Jakarta. Beliau sendiri telah
menegaskan bahwa apapun yang terjadi, dirinya akan tetap di Solo. Anda
bisa baca linknya disini; (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/03/13/m0tji0-jokowi-saya-tetap-bertahan-di-solo).
Meski begitu, hasrat politik Jokowi ke Jakarta tetaplah ada, asalkan
tidak menjadi pendamping Fauzi Bowo. Anda bisa membaca di link ini (http://beta.harianjoglosemar.com/2012/03/jokowi-pilih-tetap-di-solo.html).
Sebagaimana diketahui, lansekap politik PDIP kala itu berkemauan agar
bisa berduet dengan Fauzi Bowo dan mengusung politisi PDIP Adang
Ruchjatna. Usulan ini datang dari kubu (faksi) Taufik Kiemas. Selain
mengenal medan Jakarta, Adang Ruchjatna diyakini akan mampu
mengkonsolidasikan kepentingan politik PDIP pada 2014. Beberapa link
bacaan bisa Anda baca disini; (http://www.solopos.com/2012/channel/nasional/pilkada-dki-adang-ruchiatna-siap-wakili-pdip-jokowi-dianjurkan-jadi-menteri-170556), (http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2012/03/12/57394/Sudah-Final,-Fauzi-Bowo-Adang-Ruchiatna-), (http://news.detik.com/read/2012/03/14/133026/1867038/10/pdip-hormati-taufiq-kiemas-dukung-adang-r-jadi-wakil-foke?nd771108bcj).
Meski, Jokowi merupakan nominator untuk dijagokan dalam bursa cagub
DKI Jakarta. Keputusan politik menetapkan Jokowi semakin kuat ketika
Prabowo Subianto dan Menpera RI, Djan Faridz menghadap Ketua Umum DPP
PDIP Megawati Soekanoputri. Sebagai bahan bacaan Anda bisa baca disini; (http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/228391326/Kapan-Akhirnya-Mega-Restui-Jokowi-Ahok ), (http://www.tempo.co/read/news/2012/03/26/228392449/Siapa-Para-Bandar-Calon-DKI-1) atau (http://www.wartakota.co.id/detil/berita/77456/Cukong-Bermain-Menteri-Guyur-Dana).
Dan jauh sebelum Prabowo Subianto turun gunung, DPD Partai Gerindra
bertekad mengusung Fauzi Bowo. Anda bisa baca di link ini (http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/09/15360570/Gerindra.Akhirnya.Merapat.ke.Foke.)
2) Keputusan
DPP PDIP untuk mengusung Jokowi sebagai cagub DKI mendapat respon dan
reaksi beragam dari masyarakat Solo. Sebagian besar, reaksi yang muncul
adalah menolak keputusan PDIP. Mulai dari protes terbuka kepada Jokowi
maupun Megawati Soekarnoputri. Anda bisa baca disini (http://berita.liputan6.com/read/382883/warga-solo-harapkan-jokowi-tetap-di-solo) atau (http://www.solopos.com/2012/solo/warga-solo-bu-mega-biarkan-jokowi-tetap-di-solo-171439).
Fenomena ini menarik dicermati. Satu sisi, kecintaan warga Solo kepada
Jokowi ternyata dikalahkan oleh praktik oligarkhi parpol. Sisi lain,
Jokowi berusaha meyakinkan warga Solo yang selama ini mencintainya bahwa
keputusan parpol adalah yang terbaik. Entah mengapa, Jokowi tidak
berusaha melakukan ‘protes’ serupa sebagaimana yang dilakukan oleh warga
Solo terhadap keputusan DPP PDIP. Yang terjadi justru sebaliknya.
Jokowi meminta izin kepada pemilihnya untuk berkompetisi di pentas
Pilgub Jakarta. Anda bisa baca di link ini (http://id.berita.yahoo.com/maju-dki-1-jokowi-minta-izin-masyarakat-solo-140759873.html).
Kesan yang tersurat, Jokowi mau mengkonstruksikan dirinya (membentuk
identitas diri) bahwa pencalonan dirinya merupakan ‘Tugas Negara’.
Alhasil permakluman itu disetujui oleh warga Solo. Tidak hanya warga
Solo saja, Wakil Walikota Solo pun rela untuk cuti untuk memberi
dukungan penuh terhadap pemenangan Jokowi di Jakarta. Anda bisa baca di
link ini (http://jakarta.okezone.com/read/2012/07/13/505/663088/wakil-wali-kota-solo-akan-cuti-untuk-dukung-jokowi).
Dengan kata lain, identitas Jokowi sebagai Walikota Solo yang
mengemban amanah sampai akhir jabatan tak lagi penting. Identitas warga
Solo yang mencintai dan berharap Jokowi tetap di Solo ternyata tak
lagi bernilai. Dengan segenap cara elit-elit PDIP mengilusi warga Solo
bahwa sosok Jokowi dibutuhkan agar Jakarta atau negara bisa berubah!
3) Berbeda
dengan Jokowi, sejak awal Ahok berambisi untuk mengikuti kompetisi
Pilgub Jakarta. Bekas Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar
itu awalnya berniat berjuang dari jalur independen. Lantaran tidak
dapat tiket dari DPP Partai Golkar. Tekad Ahok semakin mantap ketika
mendapat dukungan penuh dari Prabowo Subianto. Anda bisa baca di link
ini (http://entertainment.kompas.com/read/2012/03/22/1404501/Detik-detik.Jelang.Ahok.Dipinang.Prabowo).
Sekali lagi, lepas dari prestasi yang pernah dibuat oleh Ahok, dirinya
tak pernah menamatkan amanah/jabatan politik sampai tuntas. Dan itu
fakta yang tak terbantahkan! Sisi lain, Ahok ingin menguatkan citra
dirinya bahwa dorongan itu dilatari oleh niat tulusnya untuk melawan
penindasan! Anda bisa baca disini soal argumentasi Ahok yang mau
mengilusi publik sekaligus membenarkan/memaklumi tindakannya perihal
jabatan yang tidak pernah dituntaskan (http://ahok.org/tentang-ahok/jawaban-atas-beberapa-pertanyaan-mengenai-ahok/) atau (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/24/230419014/Soal-Masa-Jabatan-Ahok-Tangkis-TrioMacan2000)
4) Apakah
tindakan pasangan tersebut dapat dibenarkan? Dari aspek legal memang
belum ada aturan yang melarang pejabat publik untuk ikut dalam kompetisi
Pilkada. Namun dari sisi etis, estetis, logis dan
pertanggungjawaban/mandat, saya kira ini merupakan persoalan serius yang
harus disikapi.
Di akhir tulisan ini, saya mengajukan kesimpulan sebagai berikut;
1) identitas
diri seseorang terlalu sukar untuk ditafsirkan secara monolitik.
Lansekapnya begitu luas meliputi berbagai unsur/faktor. Entah itu rekam
jejak, janji politik, pernyataan politik, tindak-tanduk dst
2) identitas
diri yang ingin dibangun hendaknya tidak sebatas pada simbol yang
sulit dinalar oleh publik/hampa dari pemaknaan substansial
3) bahwa
citra/sosok diri seorang politisi/pejabat publik yang dihadirkan
hendaknya dapat proporsional dan tidak berlebihan/melebih-lebihkan
4) jangan
memagari kesadaran kritis masyarakat, apalagi mengilusi
persepsi/kesadaran kritis masyarakat yang kemudian dapat
dibenarkan/dimaklumi
5) tidak
melabrak koridor-koridor etis-logis apalagi mudah untuk mempertaruhkan
mandat politik di tengah jalan yang akhirnya merusak sistem demokrasi,
apapun alasannya!
No comments:
Post a Comment
Note: Only a member of this blog may post a comment.