VISI DAN MISI

SARANA EDUKASI POLITIK WARGA DARI SUDUT PANDANG BERBEDA

Wednesday, August 1, 2012

LEBIH MENGENAL JOKOWI BAG 1

  1. GAGAP WAKTU DITANYA MAKNA RAMADHAN.
  2. BILANGNYA JOKOWI MERAKYAT,TAPI MANDAT RAKYAT SOLO SENDIRI DI ABAIKAN UNTUK JABATAN GUBERNUR DKI YANG LEBIH MENGGIURKAN.
  3.  DITANYA BISA MENJAMIN JADI GUBERNUR SELAMA JABATAN 5 THN? JAWABAN  NYA MENCLA MENCLE,SECARA SIKOLOGI MENG IYAKAN JIKA DIA AKAN MAJU CAWAPRES (baca di detik) semakin kesini semakin tampak jokowi licik
  4.  
    BERIKUT ULASAN YANG SAYA KUTP DARI KOMPASIANA
Lepas dari prestasi yang pernah ditorehkan oleh pasangan tersebut dalam perspektif lain kita dapat mengasumsikan Jokowi-Ahok adalah sebagai berikut; 
 
1) Jokowi tidak sanggup membendung praktik oligarkhi parpol. Awalnya, Jokowi tidak ingin mengikuti kompetisi Pilgub Jakarta. Beliau sendiri telah menegaskan bahwa apapun yang terjadi, dirinya akan tetap di Solo. Anda bisa baca linknya disini; (http://www.republika.co.id/berita/nasional/politik/12/03/13/m0tji0-jokowi-saya-tetap-bertahan-di-solo). Meski begitu, hasrat politik Jokowi ke Jakarta tetaplah ada, asalkan tidak menjadi pendamping Fauzi Bowo. Anda bisa membaca di link ini (http://beta.harianjoglosemar.com/2012/03/jokowi-pilih-tetap-di-solo.html). Sebagaimana diketahui, lansekap politik PDIP kala itu berkemauan agar bisa berduet dengan Fauzi Bowo dan mengusung politisi PDIP Adang Ruchjatna. Usulan ini datang dari kubu (faksi) Taufik Kiemas. Selain mengenal medan Jakarta, Adang Ruchjatna diyakini akan mampu mengkonsolidasikan kepentingan politik PDIP pada 2014. Beberapa link bacaan bisa Anda baca disini; (http://www.solopos.com/2012/channel/nasional/pilkada-dki-adang-ruchiatna-siap-wakili-pdip-jokowi-dianjurkan-jadi-menteri-170556), (http://www.rakyatmerdekaonline.com/read/2012/03/12/57394/Sudah-Final,-Fauzi-Bowo-Adang-Ruchiatna-), (http://news.detik.com/read/2012/03/14/133026/1867038/10/pdip-hormati-taufiq-kiemas-dukung-adang-r-jadi-wakil-foke?nd771108bcj).  

Meski, Jokowi  merupakan nominator untuk dijagokan dalam bursa cagub DKI Jakarta. Keputusan politik menetapkan Jokowi semakin kuat ketika Prabowo Subianto dan Menpera RI, Djan Faridz menghadap Ketua Umum DPP PDIP Megawati Soekanoputri. Sebagai bahan bacaan Anda bisa baca disini; (http://www.tempo.co/read/news/2012/03/20/228391326/Kapan-Akhirnya-Mega-Restui-Jokowi-Ahok ), (http://www.tempo.co/read/news/2012/03/26/228392449/Siapa-Para-Bandar-Calon-DKI-1) atau (http://www.wartakota.co.id/detil/berita/77456/Cukong-Bermain-Menteri-Guyur-Dana). Dan jauh sebelum Prabowo Subianto turun gunung, DPD Partai Gerindra bertekad mengusung Fauzi Bowo. Anda bisa baca di link ini (http://megapolitan.kompas.com/read/2012/03/09/15360570/Gerindra.Akhirnya.Merapat.ke.Foke.)

2) Keputusan DPP PDIP untuk mengusung Jokowi sebagai cagub DKI mendapat respon dan reaksi beragam dari masyarakat Solo. Sebagian besar, reaksi yang muncul adalah menolak keputusan PDIP. Mulai dari protes terbuka kepada Jokowi maupun Megawati Soekarnoputri. Anda bisa baca disini (http://berita.liputan6.com/read/382883/warga-solo-harapkan-jokowi-tetap-di-solo) atau (http://www.solopos.com/2012/solo/warga-solo-bu-mega-biarkan-jokowi-tetap-di-solo-171439). Fenomena ini menarik dicermati. Satu sisi, kecintaan warga Solo kepada Jokowi ternyata dikalahkan oleh praktik oligarkhi parpol. Sisi lain, Jokowi berusaha meyakinkan warga Solo yang selama ini mencintainya bahwa keputusan parpol adalah yang terbaik. Entah mengapa, Jokowi tidak berusaha melakukan ‘protes’ serupa sebagaimana yang dilakukan oleh warga Solo terhadap keputusan DPP PDIP. Yang terjadi justru sebaliknya. Jokowi meminta izin kepada pemilihnya untuk berkompetisi di pentas Pilgub Jakarta. Anda bisa baca di link ini (http://id.berita.yahoo.com/maju-dki-1-jokowi-minta-izin-masyarakat-solo-140759873.html).

 Kesan yang tersurat, Jokowi mau mengkonstruksikan dirinya (membentuk identitas diri) bahwa pencalonan dirinya merupakan ‘Tugas Negara’. Alhasil permakluman itu disetujui oleh warga Solo. Tidak hanya warga Solo saja, Wakil Walikota Solo pun rela untuk cuti untuk memberi dukungan penuh terhadap pemenangan Jokowi di Jakarta. Anda bisa baca di link ini (http://jakarta.okezone.com/read/2012/07/13/505/663088/wakil-wali-kota-solo-akan-cuti-untuk-dukung-jokowi). 

Dengan kata lain, identitas Jokowi sebagai Walikota Solo yang mengemban amanah sampai akhir jabatan tak lagi penting. Identitas warga Solo yang mencintai dan berharap Jokowi tetap di Solo ternyata tak lagi bernilai. Dengan segenap cara elit-elit PDIP mengilusi warga Solo bahwa sosok Jokowi dibutuhkan agar Jakarta atau negara bisa berubah!

3) Berbeda dengan Jokowi, sejak awal Ahok berambisi untuk mengikuti kompetisi Pilgub Jakarta. Bekas Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Golkar itu awalnya berniat berjuang dari jalur independen. Lantaran tidak dapat tiket dari DPP Partai Golkar. Tekad Ahok semakin mantap ketika mendapat dukungan penuh dari Prabowo Subianto. Anda bisa baca di link ini (http://entertainment.kompas.com/read/2012/03/22/1404501/Detik-detik.Jelang.Ahok.Dipinang.Prabowo). Sekali lagi, lepas dari prestasi yang pernah dibuat oleh Ahok, dirinya tak pernah menamatkan amanah/jabatan politik sampai tuntas. Dan itu fakta yang tak terbantahkan! Sisi lain, Ahok ingin menguatkan citra dirinya bahwa dorongan itu dilatari oleh niat tulusnya untuk melawan penindasan! Anda bisa baca disini soal argumentasi Ahok yang mau mengilusi publik sekaligus membenarkan/memaklumi tindakannya perihal jabatan yang tidak pernah dituntaskan (http://ahok.org/tentang-ahok/jawaban-atas-beberapa-pertanyaan-mengenai-ahok/) atau (http://www.tempo.co/read/news/2012/07/24/230419014/Soal-Masa-Jabatan-Ahok-Tangkis-TrioMacan2000)

4) Apakah tindakan pasangan tersebut dapat dibenarkan? Dari aspek legal memang belum ada aturan yang melarang pejabat publik untuk ikut dalam kompetisi Pilkada. Namun dari sisi etis, estetis, logis dan pertanggungjawaban/mandat, saya kira ini merupakan persoalan serius yang harus disikapi.

Di akhir tulisan ini, saya mengajukan kesimpulan sebagai berikut;
1) identitas diri seseorang terlalu sukar untuk ditafsirkan secara monolitik. Lansekapnya begitu luas meliputi berbagai unsur/faktor. Entah itu rekam jejak, janji politik, pernyataan politik, tindak-tanduk dst

2) identitas diri yang ingin dibangun hendaknya tidak sebatas pada simbol yang sulit dinalar oleh publik/hampa dari pemaknaan substansial

3) bahwa citra/sosok diri seorang politisi/pejabat publik yang dihadirkan hendaknya dapat proporsional dan tidak berlebihan/melebih-lebihkan

4) jangan memagari kesadaran kritis masyarakat, apalagi mengilusi persepsi/kesadaran kritis masyarakat yang kemudian dapat dibenarkan/dimaklumi 

5) tidak melabrak koridor-koridor etis-logis apalagi mudah untuk mempertaruhkan mandat politik di tengah jalan yang akhirnya merusak sistem demokrasi, apapun alasannya!

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.