VISI DAN MISI

SARANA EDUKASI POLITIK WARGA DARI SUDUT PANDANG BERBEDA

Saturday, September 8, 2012

Ganyang HMI oleh Aktivis Kiri Komunis

Kisah Teriakan 'Ganyang HMI' di Pagi Buta

:Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Aulia Kosasih, dikeroyok sekelompok pemuda. Wajahnya lebam-lebam karena dipukul kayu balok, punggungnya pun terluka oleh sabetan samurai. Tapi bukan kayu, samurai, luka, lebam-lebam, maupun pengeroyokan itu yang membuat masalah ini jadi serius, melainkan pemicunya.


Peristiwa itu diawali provokasi yang sarat pesan-pesan simbolik: 'HMI haram di Kampus C, yang ada palu arit' dan 'Ganyang HMI'. Salah seorang pelakunya pun mengenakan kaos berlambang palu arit, sehingga mempertegas semuanya. Kenyataan itulah yang membuat kasus ini tak disikapi layaknya tawuran antarmahasiswa.

Peristiwa yang menebarkan aroma ideologis itu terjadi pada Sabtu (23/9) dinihari. Saat itu, 10 aktivis HMI menggelar acara menjelang Ramadhan di kantin Kampus C Akademi Teknik dan Grafika Trisakti (ATGT). Pada saat yang sama, di tempat yang sama, sekitar 100 mahasiswa ATGT menggelar acara Malam Keakraban (Makrab). Karena berada dalam ruang dan waktu yang sama, pertemuan antaranggota kedua kelompok ini pun tak terhindarkan. Apalagi, para aktivis HMI juga berasal dari Sekolah Tinggi Manajemen Asuransi (STMA) Trisakti, sama-sama satu almamater. Saat itulah sekelompok mahasiswa lewat di hadapan Yd dkk dan mengeluarkan cemooh dan kata-kata ideologisnya.

Menurut Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) STMA Trisakti, Chaerul Basar, Yd --alumnus ATGT dan ikut acara Makrab-- inilah yang melakukan provokasi. ''Dia (Yd) mengeluarkan kata-kata kotor dan tidak patut diucapkan sebagai alumnus mahasiswa Trisakti. Karena ucapannya kasar, maka aktivis HMI bereaksi. Namun reaksi itu dikira tantangan untuk bentrok,'' jelas Chareul.

Dan, bentrok pun tak terhindarkan. Tapi ini bukan tawuran dengan kepalan tinju yang terjadi, tapi bentrok ala pinggir jalan yang melibatkan senjata tajam dan balok. Lima aktivis HMI luka-luka. Aulia Kosasih yang juga sekretaris HMI Cabang Depok terluka cukup parah karena sabetan samurai. Diapun hampir ditelanjangi.

Lebam-lebam dan sabetan samurai mengharuskannya menjalani rawat inap di Rumah Sakit (RS) Yadika, Jakarta Timur. Pekan lalu, Aulia dikunjungi Akbar Tandjung dan Fuad Bawazier --dua mantan pemimpin organisasi hijau-hitam. ''Ini bukan sekadar tawuran biasa. Ini tak bisa dianggap semata-mata murni kriminal,'' kata Ketua Umum Pengurus Besar (PB) HMI, Fajar Zulkarnaen, saat bertemu dengan Wakil Ketua DPR, Zaenal Maarif, di gedung DPR/MPR, Jumat (29/9). Simbol-simbol dan slogan yang ikut diteriakkan maupun dituliskan di tembok kampus, dinilai Fajar tak ubahnya memutar jarum jam sejarah. Salah satu yang kuat adalah 'Ganyang PKI'. ''Ini persis seperti tahun 1965 waktu PKI dan onderbouwnya mencoba menggoyang HMI dengan slogan 'Ganyang HMI','' tandas Fajar.

Dan aroma ideologis itu memang tak sulit dilacak. Yd dkk memang berasal dari Kesatuan Aksi Mahasiswa (KAM) Trisakti, organisasi yang teridentifikasi menganut paham 'ektrem kiri'. ''Menurut saksi, mata para mahasiswa ATGT dengan bangga menyebut dirinya sebagai kader palu arit,'' Fajar menuturkan.

Fajar curiga ada motif-motif tak baik di balik aksi pengeroyokan itu. Peristiwa itu juga memperlihatkan adanya kebangkitan ideologi kiri di Kampus Trisakti, yang selama ini menyandang sebutan Kampus Reformasi. Tapi Fajar menegaskan HMI akan melawan PKI gaya baru, seperti yang dilakukan HMI empat dekade lalu.
Perlawanan itu memang telah ditunjukkan HMI. Senin (25/9) lalu, sejumlah aktivis HMI gantian mendatangi Sekretaris KAM-Trisakti yang terletak di Kampus C ATGT, Rawasari, Jakarta Timur. Di sarang aktivis-aktivis kiri itu mereka gantian berteriak,''Bubarkan PKI, bubarkan PKI.'' Tapi seterunya sudah hengkang. Tak ada bentrok.

Menteri Negara Pemuda dan Olahraga, Adhyaksa Dault, ikut menyayangkan kekerasan bersenjata tajam yang menimpa Aulia Kosasih dkk. Apalagi, beberapa waktu lalu, peristiwa kerusuhan di Nusa Tenggara Timur, juga diduga melibatkan OKP. Dia meminta semua pihak introspeksi, apalagi saat ini merupakan bulan Ramadhan.

Tapi yang lebih disayangkan Adhyaksa dari pengeroyokan Aulia Kosasih dkk adalah aroma ideologisnya. ''Saya khawatir ini bukan kriminal murni lagi, tapi sudah dipolitisasi,'' katanya pada acara Buka Puasa bersama pimpinan sejumlah OKP di masjid di lingkungan Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga, kemarin (29/9). Adhyaksa menuturkan, dalam rapat kabinet beberapa hari setelah pengeroyokan, dia langsung menyampaikan masalah itu kepada Kepala Polri, Jenderal Sutanto. Dia meminta kasus tersebut diungkap tuntas.

Upaya untuk mendesak kasus itu diselesaikan juga disampaikan Wakil Ketua DPR, Zaenal Maarif. Usai bertemu aktivis HMI, kemarin, dia mengatakan DPR akan menyampaikan soal itu kepada Badan Intelijen Negara (BIN) dan Polri. Sebab masalah itu terbilang serius. Kasus pengeroyokan terhadap Aulia Kosasih itu memang sudah bergulir secara hukum. Namun terkesan tak maju-maju. Sampai kemarin, Polres Jakarta Timur masih tetap menetapkan dua tersangka, yaitu Parlin dan Oktaviazi --keduanya mahasiswa ATGT.

Bagaimana pelaku yang lain, mana mahasiswa yang mengenakan kaos palu arit, bagaimana pula dengan Yd? Tak ada kabar. Bahkan, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana, sampai kemarin, bahkan masih bertanya-tanya tentang kebenaran adanya pelaku yang mengenakan kaos palu-arit. Menurut informasi yang diperoleh Republika, orang yang mengenakan kaos tersebut diduga adalah Mt --alumnuns ATGT seperti halnya Yd.

Tawuran karena latar belakang ideologis seperti yang terjadi di Kampus Trisakti memang bukanlah sesuatu yang sepele bagi bangsa ini. Dia adalah sebuah peristiwa yang teramat kelam. Dan hari ini, salah satu ekses pertentangan itu kita peringati: Gerakan 30 September (G-30-S)/PKI.

Karena kelamnya peristiwa itu, pengamat intelijen, Wawan Purwanto, mengatakan peristiwa di Kampus Trisakti tak perlu buru-buru dikaitkan dengan politik. Dia meminta rekonsiliasi yang dikedepankan, kendati kecurigaan terhadap bangkitnya komunisme cukup kuat, seperti terlihat di Jerman dan Rusia.

Masalahnya, kata Purwanto, kalau sudah berhubungan dengan ideologi memang sulit. Sebab sebuah idelogi bersifat laten, tak akan pernah mati, kendati tokoh-tokohnya telah berkalang tanah. Jadi?

No comments:

Post a Comment

Note: Only a member of this blog may post a comment.